Salwa Gadis yang Malang

halo agan-agan blogger yang setia mengunjungi dan membaca postingan saya. kali ini saya mau cerita nih. ceritanya saya ambil dari sebuah buku yang saya beli di suatu toko buku langganan saya hehehe. saran saya kalo mau baca ini agan musti dalam keadaan tenang trus sambil dengerin lagu - lagu sante ato melo gitu gan biar tambah jos ceritanya hehehe. coba sendiri deh klo ga percaya. berikut ceritanya gan simak baik - baik :

Salwa. begitu biasanya gadis mungil sepuluh tahun ini disapa. Dia anaknya manis banget. Bocah yang baru duduk di bangku kelas 5 SD ini terlahir di keluarga militer di daerah Pandeglang, Banten. Ayahnya yang bernama Aryo, adalah seorang TNI yang berpangkat letnan satu.Sedangkan Elli, adalah bunda dari Salwa yang hanya seorang ibu rumah tangga.
Meskipun masih anak-anak dan dikenal sangat periang, sikap Salwa ini sudah lebih dewasa dari teman-teman sebayanya. Dia sangat menyayangi orang tuanya, terutama ayahnya.
Meskipun beliau sering meninggalkan Salwa saat harus bertugas ke luar kota, bahkan di luar pulau, Salwa sangat dekat dengan ayahnya. Mungkin karena sering di tinggal itulah, justru membuat ikatan batin di antara keduanya terjalin kuat. bahkan, saat jauh, Letnan Aryo ini selalu menyempatkan diri menelpon Salwa sebelum memulai aktivitas.
"Enggak tahu kenapa, saya ga bisa berkonsentrasi kerja sebelum mendengar suara anak saya," jawabnya ketika Letnan Handi, rekan satu timnya.
Seperti sekarang ini, ayahnya Salwa sedang bertugas ditempat jauh, tepatnya di Flores. Pada saat-saat seperti ini Salwa lah yang selalu menjadi andalan bundanya buat nemenin di rumah. Maklum, di asrama yang berbentuk petakan itu, mereka cuma tinggal berdua kalau sang Ayah pergi.

Lokasi: asrama. Pukul 12.15 siang.
"Bunda, Salwa berangkat sekolah dulu ya ...." Pamit Salwa sambil mencium tangan dan pipi bundanya. kebetulan dia kebagian kelas siang semester ini.
"Hati-hati ya Nak. kalau udah selesai langsung pulang ya.." pesan bundanya sambil menciumi pipi Salwa juga. Salwa mengangguk.
Enggak berselang lama setelah Salwa berangkat, KRIIINGG!!!!! Tiba - tiba telepon inventaris yang ada di ruang tamu bunyi. ibu Elli dengan sigap langsung mengangkatnya.
"Halo dengan Elli di kediaman Letnan Aryo di sini ....," sapa ibu Elli membuka percakapan.
"Selamat siang, Bu. Saya Letnan Handi, rekan dari suami ibu, Letnan Aryo. Saya menelpon langsung dari Flores, mau menyampaikan kabar ..." Hening.
"Iya, Pak. Mau menyampaikan kabar apa?" tanya bu Elli dengan nada agak cemas. Tangannya mencengkram gagang telepon kuat-kuat.
"Letnan Aryo telah mengalami kecelakaan serius Bu...."
DEGGGG! Jantung bu Elli berdegup hebat.
"Kecelakaan serius?? Maksud bapak kecelakaan apa?!! Suami saya baik-baik saja kan?!" Bu Ellu menahan napas.
"Suami ibu jatu dari helikopter saat bertugas. Saya mohon maaf sekali, tim medis sudah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan nyawa Letnan Aryo, tapi...."
Seperti disambar petir rasanya Ibu Elli mendengar kabar itu.
"... nyawa suami ibu tidak dapat diselamatkan. Besok pagi jenazah Almarhum akan segera diantar ke rumah duka. Sekali lagi, saya mohon maaf...."
(idih kasihan ya gan tiba2 ada kabar kek gini.) Sesaat setelah mendengar kalimat itu, suara jeritan histeris menggema memenuhi ruangan asrama.

Lokasi: kamar asrama. Pukul 2.20 siang. Tepat dua jam kemudian.
Ibu Elli terbaring lemas di ranjangnya. Saat dia siuman, semua tetangganya sudah memenuhi ruangan tidur yang sempit itu.
"MAS ARYOOOO...!!!!" pekik Ibu Elli refleks. Suaranya terdengar begitu menggelegar. Dia terlihat gak bisa menerima kegilaan ini eh salah ketik kehilangan (untuk yang ini tambahan dari penulis blognya hehehe).
Semua orang yang ada di ruangan itu berusaha menenangkannya. Pun mereka enggak bisa menahan tangis pula melihat keadaan tetangganya yang baik itu. Sangat memprihatinkan.
Satu jam kemudian, keadaan Ibu Elli sudah mulai agak tenang. Dia bangkit dari pembaringannya, lalu duduk bersandar di ujung ranjang. Matanya lebam (btw lebam tuh kek gmn sih gan?? serius nih nanyanya.), mukanya berantakan. Entah sudah berapa galon air mata yang sudah dijatuhkannya (eh buset dah yang bikin cerita lebay bgt gan hehe. ga sebenernya ini cuman perumpamaan aja saking banyaknya :D). Ibu Elli menatap semua orang yang ada di ruangan satu per satu.
"Saya mohon sama bapak-bapak, ibu-ibu, semua yang ada di sini. Ada yang bilang, dangdut tak goyang, bagai sayur tanpa garam kurang enak kurang sedap...." kacau deh ini. enggak bukan gitu. Abaikan! (untuk yang satu ini emang ada di ceritanya gan. yang bikin yang nulis bukan ane sebagai penulis di blog ini.)
"Saya mohon sama Bapak-bapak dan juga Ibu-ibu, Salwa jangan diberi tahun soal kabar ini ..." katanya lirih. "Kita semua tahu, Salwa sangat menyayangi ayahnya. Saya tidak mau membuatnya shock. Biarkan dia melihat jenazah ayanya sendiri besok ...," suara Ibu Elli terbata-bata. Dia menutup mukanya dengan kedua tangannya, lalu dia menangis lagi. (ini nih kasih sayang dari ibu ke anaknya. saking pedulinya sang ibunda ke anaknya perhatian bangett.)

Lokasi: SDN Harapan II. Pukul 5.13 sore. Keesokan harinya.
"Bunda?! Ngapain Bunda ada di sini?" pekik Salwa begitu tahu bundanya berdiri di gerbang sekolah sambil menyambutnya.
"Bunda mau menjemput kamu, Sayang. Memangnya ga boleh ya?"
"Ya, boleh dong, Bunda. Salwa malah senang. Cuma tumben aja Bunda jemput. Ada apa sih? Kok , perasaan Salwa ga enk ya...."
DEGGG!!! Ibu Elli kaget. Napasnya tiba-tiba terasa sesak. Tapi, dia berusaha menutupi gejolak di sekujur tubuhnya. Dia tetap pada rencana semula, membiarkan Salwa melihat dengan mata kepalanya sendiri akan kepergian Ayah tercintanya.
"Bunda, kok, diam? Jawab dong, Bundaaa..." Salwa mendesak.
"Bunda cuman mau kasih kabar kalau... Ayah pulanggg!" Jawab Ibu Elli dengan nada ceria yang dibuat-buat.
"Beneran, Bunda? Ayah pulang? Asyiiik!"
"Tapi, Ayah kali ini ga bawa oleh-oleh buat kamu. Gak apa-apa, kan?"
"Enggak apa-apa, dong, Bunda. Ketemu ayah aja Salwa udah senenggg banget! Abis Salwa kangen banget sama Ayah...."
Suara Salwa terdengar begitu bersuka cita. Tenggorokan ibu Elli tercekat. Hampir saja dia menangis lagi. Dengan refleks, dia buru-buru menghapus air matanya yang mulai menggenang.
Jarak dari sekolah ke asrama memang cukup dekat. Dalam ga menentu, Ibu Elli berjalan menyusuri trotoar seraya menggandeng tangan ana semata wayangnya itu.
Sepuluh menit kemudian, mereka pun sampai di gerbang asrama.
"Salwa..."
"Ya Bunda??"
"Maafin, Bunda, ya. Selama ini Bunda sama ayah belum bisa membahagiakan kamu ....."
"Kok, Bunda ngomongnya begitu? Siapa bilang Salwa enggak bahagia? Selama ada Ayah sama Bunda, Salwa selalu bahagia ..."
Mendengar pernyataan itu, Ibu Elli sudah ga sanggup membendung kesedihannya. Dia menghentikan langkahnya, lalu dengan sigap memeluk Salwa sekencang-kencangnya. Tangisnya meledak. Salwa melongo. Dia sama sekali ga ngerti kenapa Bundanya melakukan itu. Yang jelas, dia sempat mendengar Bundanya mengatakan sesuatu yang semakin membuatnya bingung.
"Maksud Bunda di tempat berbeda gimana? Salwa ga ngerti Bun...."
Bundanya menghela napas. Dia ga sanggup menjelaskannya. "Sudah, makan dulu sana. Ada mie ayam spesial, tuh" Aduh kaca lagi, kan. (ini nih gan yang bikin cerita makin ngaco aja hahaha bukan ane loh ya.)
Bukaan, bundanya bukan ngomong gitu. Setelah dia menyampaikan sesuatu yang ga dimengerti Salwa, dia ngomong gini, "Sudah, Sekarang kita temui ayah kamu, yah. Dia sudah menunggu kamu di dalam...." bisik bundanya seraya melepas pelukannya *nadanya lirih, toh itu, jangan dibaca pakai logat Batak* (agan-agan ada yang ngerti maksudnya ini ga?? :D)
Perlahan - lahan, mereka memasuki area asrama sambil bergandengan tangan. Dari kejauhan, Salwa melihat banyak orang berkerumun di luar rumahnya. Dia heran. Sesekali dia menengok bundanya. Tapi, dia ga berani bertanya. Entah kenapa, dia seperti takut mendengar jawabannya.
Perasaan Salwa semakin ga menentu. Orang yang berkerumun terlalu banyak kalau memang ga terjadi apa-apa. Dia melihat semua saudaranya berkumpul di situ. Ada orang-orang yang berseragam sama seperti ayahnya, sampai ada yang berseragam polisi.
Salwa memegang tangan budannya kuat-kuat. Dia menghentikan langkah kakimya. Akhirnya, Salwa pun hanya bisa berdiri termagu di depan rumah.
"Salwa? Sudah pulang kamu, Nak?" sapa seseorang yang ternyata pamannya. Salwa kaget, Katakjubannya sampai membuat dia ga menyadari kehadiran orang lain.
"Paman? Ada apa ini? Kenapa banyak orang di rumah?" Paman Salwa ga langsung menjawab. Secara sepontan dia malah mengangkat tubuh Salwa dan memeluknya. Dia menciumi pipinya berkali-kali seolah sudah bertahun-tahun ga ketemu. Semua saudaranya pun melakukan hal yang sama. Salwa semakin heran.
"Tolong turunkan saya, Paman" Bujuk Salwa. Kali ini rasa penasaran Salwa ga bisa dibendung. Dia harus segera mencari tahu apa yang terjadi. Setelah dia turun dari pangkuan pamannya, dia pun melangkah perlahan memasuki rumah. Semua orang yang berkerumun di situ hanya bisa memperhatikan. Salwa menatap mereka satu per satu.
Jantung Salwa berdegup kencang. Dia mulai ketakutan. Raut-raut wajah memerah yang dia lihat itu bukan pertanda sukacita.
Salwa berdiri di depan pintu. Matanya ga langsung menatap ke dalam. Dia menunduk. Hatinya masih sedikit berharap tidak tidak terjadi apa-apa sama ayahnya.
"Tuhan, saya mohon jangan ambil ayah saya. Saya menyayanginya. Tuhan, berilah ayah saya keselamatan dan kesegatan. Amiiiin......" gumam Salwa dengan suara lirih. Bibirnya gemetar menahan air mata yang berkaca-kaca.
sesaat setelah memanjat doa, secepat kilat Salwa mendongakkan kepalanya, lalu menatap ke dalam ruangan. Dan, benar saya seperti apa yang diduganya, Salwa melihat sesosok jenazah tengah berbaring kaku di situ. Bagian kepalanya terbuka dengan hidung tertutup kapas.
Itu. Jenazah Ayahnya.
Salwa menahan napas. Matanya melotot tajam ke arah jenazah. Bibirnya gemetar. Tanpa aba-aba, dia merangsek masuk, lalu merangkulnya. Tangis Salwa meledak memecah kesunyian. Salwa menjerit histeris. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda ga sanggup menerima kenyataan yang berbalik dengan doa yang dipanjatkan.
Semua orang yang menyaksikan adegan memilukan itupun terbawa hanyut suasana. Mereka ga bisa menahan tangisnya. Bagaimana tidak, bocah semungil itu sudah begitu mengerti akan kegilangan. (wah hebat nih gan anaknya dah bisa ngerti.)
Dan, yang lebih sulit dipercaya lagi, bak sedang kerasukan, gadis yang selalu riang itu mengusap-usap wajah ayahnya sambil menciuminya tanpa henti. berkali-kali dia berteriak memanggil ayahnya seakan memintanya bangun. Sangat memilukan... (banget)
Ga ada yang sanggup menahan tangis menyaksikan pemandangan itu. Pun pamannya. Sesegera mungkin dia meraih tubuh kecil itu dan menguncinya dalam pelukan hangat. Salwa meronta. Tangisnya meraung hebat.
Lima menit kemudian, masih dalam keadaan setengah histeris, Salwa masih meraung dalam pangkuan pamannya. Semua orang berusaha menenangkannya. Kasihan Salwa, jiwanya terkoyak.
Masalahnya, adegan memilukan itu ga sampai di sini. Salwa mungkin hanya satu dari sedikit anak yang diberi cobaan seberat itu. Seharusnya Salwa dibiarkan tenang dulu sebentar sebelum diberi kenyataan pahit yang bertubi-tubi. Lihat ini!
Tangisan Salwa sempat terhenti saat matanya menatap tajam ke arah dapur. Jantung Salwa kembali berdegup hebat. Tubuhnya kembali bergetar. Tangannya mencengkram pundak sang paman. Salwa benar-benar ga bisa mempercayai apa yang dilihaatnya kali ini. Tubuhnya seperti disengat halilintar tatkala....
SALWA MELIHAT TUBUH BUNDANYA DIBOPONG KE RUANG TENGAH... DENGAN BERBALUT KAIN KAFAN!(dari sononya udah gede semua gan. bukan caps ane jebol)
Yak, gan itu adalah jenazah Ibu Elli, ibunda tercintanya Salwa. Istri Letnan Aryo yang kini sama-sama terbujur kaku di tempat yang sama.
Lalu, bagaimana rekasi Salwa melihat kenyataan itu? saya udah gak sanggup lagi gan menguraikannya lewat kata-kata. Kalian bayangkan sendiri gimana reaksinya. ini terlalu menyedihkan....

Closing Story....
(ini kelanjutannya komentar dari yang bikin cerita. sedikit ending buat memperjelas cerita yang belum jelas tadi) Harus dijelaskan kenapa bundanya Salwa wafat. Ternyata saat kedatangan jenaza suaminya, Ibu Elli memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri di kamar asrama. Dia nekat melakukan itu sekitar satu jam setelah kedatangan jenaza. Cinta yang terlalu dalam terhadap suaminya membuatnya gelap mata, lalu menyusul dengan harapan bisa hidup bersama di sana.
Lalu siapa orang yang menjemput Salwa ke sekolah? itu adalah cinta terakhir dari seorang ibu.
Lalu pesan apa yang disampaikan bundanya saat terakhir memeluknya? "Salwa anakku, maafkan Bunda. Bunda sudah tidak bisa membahagiakanmu lagi .... Ayah dan Bunda akan selalu menjagamu, di tempat yang berbeda ...."
Sekian

ya itu saja gan buat cerita kali ini. panjang banget ya. saya yang nulis bener2 capek nih hahaha dan beberapa tulisan ada yang saya edit dari yang aslinya. jadi gimana nih menurut agan-agan sekalian cerita kali ini???. di tunggu komentarnya hehe sekian dari saya sampai jumpa di postingan selanjutnya.

By : L Shaf
Cerita di ambil dari buku : WOW Konyol Karya Rons "Onyol" Imawan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menampilkan Jam Server dengan Javascript dan PHP

Mind Breaker

数字言語 [Suuji Gengo]